Salah satu upaya mengentaskan kemiskinan adalah melakukan kegiatan yang erat kaitannya dengan kepentingan masyarakat lapisan papan bawah, khususnya bagi para petani. Harga jual hasil bumi para petani perlu dijaga dan dikawal ketat agar tidak terjebak dan jatuh ke dalam permainan para tengkulak.
Badan Pengawas dan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) Syahrul R. Sempurnajaya mengatakan sistem resi gudang (SRG) memiliki potensi luar biasa untuk memberikan keuntungan bagi para petani. Hanya saja, SRG ini masih perlu sosialisasi secara masif.
“Salah satu cara adalah mengoptimalkan sistem resi gudang sehingga stok bahan pangan terjamin serta harga hasil bumi petani-pun tetap berada pada posisi stabil dan tidak akan bisa lagi dipermainkan tengkulak,” ujarnya saat mengunjungi gudang PT Pertani (Persero) di Haurgeulis, Indramayu, Sabtu (28/1).
Menurut Syahrul, masih banyak yang belum mengetahui mengenai SRG. Padahal, pinjaman petani dapat dipermudah dengan adanya SRG. Dengan SRG, hasil panen bisa disimpan dulu, ditunda untuk dijual sampai harga naik, setidaknya sebesar 70% dari hasil panen bisa mendapat kredit sangat cepat dari perbankan.
SRG juga merupakan instrumen yang bisa mengangkat harkat petani. “Petani bisa mendapat sesuai dengan apa yang dia kerjakan. Menunda jual hasil panen dan mendapat suntikan modal untuk menanam kembali,” terang Syahrul.
Namun, lanjut dia, jauh lebih penting adalah perlunya merubah cara pikir para petani agar dapat memiliki posisi tawar atau penentu harga jual gabah atau beras. Sehingga. petani bisa menyimpan atau melakukan tunda jual ke gudang SRG saat harga anjlok, kemudian menjualnya pada saat harga jual gabah tinggi maka petani akan tetap diuntungkan.
Perlu Sosialisasi
Syahrul menegaskan perlu melakukan sosialisasi kepada para produsen yang akan menempati gudang SRG. “Apakah petani, koperasi, itu tidak mudah. Karena untuk merubah cara berfikir para petani yang selama ini dengan pola hanya tradisional, dengan pembiayaan-pembiayaan yang ilegal seperti melalui tengkulak bukan perkara mudah,” ujarnya.
Selain itu, gabah yang dititipkan di gudang SRG dengan infrastruktur yang sudah ada kualitasnya pun bisa diperbaiki. Sebagaimana ditentukan agar menjamin mutu beras yang standar dengan menjaga kadar kadar air sebesar 14%.
Keuntungan lainnya, selain itu, menurut Syahrul, petani yang melakukan SRG juga diberikan pembiayaan yang disubsidi. “Ini tentunya menarik. Pembiayaan ini tidak akan menggunakan koletral, hanya menitipkan barang di gudang, mereka mendapatkan pinjaman dari bank-bank yang ditunjuk,” paparnya.
Syahrul menjelaskan bahwa bentuk pinjaman kepada petani yang termudah adalah SRG. Tidak perlu koletral, tidak perlu sertifikat tanah, mobil, dan surat berharga lainnya. Cukup SRG dan ini terjamin. “Bahwa barang yang dititipkan atau tunda jual, dia akan diberikan pinjaman, dan itu cepat dan mudah keluarnya. Bahkan kalau sudah komplit syaratnya 1 jam sudah keluar. Tapi memang prosesesnya harus dilengkapi dulu,” terang
Hindari Spekulasi
Pada kesempatan yang sama Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krishnamukhti mengatakan bahwa SRG merupakan dimensi yang sangat signifikan bagi konsumen untuk menghindari spekulasi. Dengan penerapan SRG, lanjutnya, kepastian pasokan dan stabilitas pasar akan lebih terjamin.
“Jadi kita tahu persis, stok ada di mana dan jenisnya apa. Dulu, banyak yang mengaku stok ada, tapi gudangnya di mana kita tidak tahu. SRG bisa jadi alternatif menyeimbangkan kebutuhan produsen dan konsumen,” ujarnya.
Sebagai catatan, sesuai Undang-undang Nomor 9 Tahun 2011, SRG adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Dokumen tersebut merupakan sekuriti yang menjadi instrumen perdagangan serta merupakan bagian dari sistim pemasaran dan sistim keuangan.
Bayu mengharapkan dengan adanya resi gudang dapat menjadi sistem pembiayaan andalan bagi petani. Maka resi gudang seharusnya, lanjut dia, harus bisa diakses petani secara luas karena sistem itu menawarkan keuntungan yang lebih banyak. “Dengan menunda penjualan dan menyimpan gabah di resi gudang maka dalam tiga bulan paling tidak mereka mendapatkan tambahan keuntungan sekitar Rp 500 per kilogram,” katanya.
Saat ini, Gudang PT Pertani Hargeulis, Indramayu, Jawa Barat berkapasitas 3.000 hingga 3500 ton. Tahun 2011 tercatat 8.000 ton gabah yang masuk ke gudang. Angka tersebut naik empat kali lipat dibandingkan tahun 2010.
Adapun biaya penitipan di gudang penyimpanan dengan menggunakan SRG ini adalah sebesar Rp25 per kg per bulannya. Untuk wilayah Indramayu sendiri, petani maksimal dapat melakukan pinjaman sebesar Rp75 juta dengan bunga yang rendah dan untuk perbankan yang ditunjuk adalah PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk. dan PT Bank Pembangunan Jawa Barat, Tbk. (BJB).
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Yusyus Kuswandana mengatakan SRG merupakan satu alternatif pembiayaan untuk memotong mata rantai tengkulak yang dihadapi petani. Sistem ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para petani sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan mereka.
Yusyus mengatakan, Komisi VI sepenuhnya mendorong serta mengawasi pelaksanaan undang-undang SRG agar petani dan pemerintah setempat bersinergi mewujudkan kesejahteraan petani. Karena itu, seluruh kepala daerah di Jabar mendukung penuh program SRG. “Selama ini nasib petani termajinalkan. Namun setelah SRG ini bisa terealisasi secara maksimal, diharapkan dapat berperan secara aktif sebagai obyek dan subyek pembangunan,” jelasnya.
Yusyus menegaskan program SRG tidak hanya dilaksanakan di Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Subang. Tetapi pelaksanaannya akan didorong menyebar ke seluruh wilayah di Jawa Barat. Mengingat produksi beras di Indramayu sendiri sudah mencapai 1,525 juta ton. (Neraca)
0 komentar:
Posting Komentar