JAKARTA : Pembatasan BBM bersubsidi yang akan dimulai pada 1 April kemungkinan mundur seiring dengan adanya sekelompok masyarakat yang mengajukan uji materi UU No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 ke Mahkamah Konstitusi.
Ketua Komisi VII DPR dari Partai Demokrat Teuku Riefky Harsa mengatakan jika keputusan MK membatalkan pasal-pasal tertentu dalam UU tersebut, maka rencana pembatasan bisa mundur.
“Kalau UU-nya dibatalkan, ya bisa saja mundur. Atau mungkin ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR untuk mempercepat APBN-P dan kebetulan pasal itu [yang direview] yang jadi pembahasan, itu bisa saja,” ujarnya, seusai rapat kerja dengan pemerintah, Senin 30 Januari 2012.
Riefky mengatakan hasil MK saat ini memang belum keluar karena baru diajukan pada 24 Januari lalu. Di sisi lain, bisa saja pembahasan APBN-P dipercepat untuk membuka seluruh opsi atau mengundurkan waktu dari yang semula rencananya 1 April.
“Kalau terkait APBN-P, ada 2 celah. Pertama, pembahasan lebih awal antara pemerintah dan DPR. Kedua, jika ada judicial review dan kalau keputusan MK membenarkan bahwa ada pasal-pasal tertentu yang tidak sah,” ujarnya.
Sebelumnya, empat orang pengacara yakni Bgd Syafri, Lavaza Basyaruddin, Yuliana alias Nonly Yuliana, dan Asep Anwar, diketahui telah mengajukan uji materi (judicial review) pasal 7 ayat 4 dan 6 UU APBN 2012 kepada MK pada 24 Januari lalu.
Lavaza ketika dihubungi hari ini mengatakan uji materi dilakukan agar pemerintah bisa membatalkan pembatasan BBM subsidi jenis Premium pada kendaraan roda empat pribadi di wilayah Jawa-Bali mulai 1 April ini.
“Kami mewakili masyarakat mengajukan judicial review untuk membatalkan pembatasan BBM mulai 1 April, melihat kondisi masyarakat yang susah untuk menerima itu. Kami usulkan agar menaikkan harga BBM saja secara bertahap,” ujarnya.
Menurut dia, paling cepat MK memproses uji materi adalah selama 3 minggu. Dia mempersilakan jika ada asosiasi atau kelompok masyarakat lainnya yang juga ingin mengajukan uji materi UU APBN 2012, agar pembatasan BBM dibatalkan.
“Kalau memang ada, silahkan. Yang penting kita sudah memulai. Tapi kita bukannya memprovokasi, MK nanti yang akan melihat,” ujarnya.
Pada kesimpulan rapat kerja hari ini belum dicapai kesepakatan terkait pembatasan. Dalam rangka persiapan untuk melaksanakan amanat UU No.22 Tahun 2011, maka Komisi VII DPR-RI meminta pemerintah untuk mempersiapkan empat hal.
Pertama, pemerintah diminta menyiapkan road map percepatan pembangunan infrastruktur BBM nonsubsidi (seperti kilang, tangki timbun terminal, mobil tangki, dan SPBU) serta kebijakan insentif terkait.
“Karena kita dengar bahwa hampir 30% SPBU di Jawa-Bali belum ada dispenser atau tangki timbun Pertamax,” ujar Riefky.
Kedua, pemerintah diminta membuat rencana terpadu percepatan program konversi BBM ke bahan bakar gas, meliputi penyiapan alokasi gas, pipanisasi, SPBG dan converter kit. Ketiga, pemerintah diminta menyiapkan rencana alokasi anggaran hasil penghematan subsidi BBM untuk percepatan pembangunan infrastruktur energi dan infrastruktur transportasi publik yang nyaman bagi masyarakat.
Keempat, pemerintah diminta menyiapkan program kerja TKP4BBM dalam rangka mengawal penggunaan BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Riefky mengatakan keempat poin itu agar segera disampaikan pemerintah ke Komisi VII DPR.
Selain itu, pada kesimpulan berikutnya, setelah mendengar paparan dan penjelasan Menteri ESDM serta mencermati dan mempertimbangkan masukan dari perwakilan pemangku kepentingan, pemerintah diminta segera mengkaji 5 hal dan menyampaikan kembali tanggapannya ke depan Komisi VII DPR-RI.
Kelima hal itu, pertama, perpindahan pengguna Premium ke Pertamax pada kendaraan roda empat pribadi dianggap terlalu mahal dan tidak memenuhi rasa keadilan. Kedua, pelaksanaan konversi BBM ke bahan bakar gas dianggap mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi.
Ketiga, mengkaji usulan alternatif kebijakan dengan melakukan pengurangan besaran subsidi pada penjualan Premium per liternya.
Keempat, mengkaji usulan untuk melakukan perubahan UU No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 dan adanya pengajuan judicial review UU tersebut ke MK oleh sekelompok masyarakat. Kelima, fraksi PDIP menyetujui rumusan poin-poin di atas dengan menambahkan untuk pertimbangan Perppu.
“Kita minta pemerintah mengkaji dan menyampaikan kembali ke DPR dengan segera,” ujar Riefky. (Bisnis Jabar)
0 komentar:
Posting Komentar