30 Januari 2012

Profil Pengusaha Tempe Ibu Turiah di Gunungpuyuh

Foto : Radar Sukabumi
Tempe makanan yang banyak mengandung protein. Makanan yang terbuat dari kacang kedelai ini sudah tidak awam lagi dilidah semua orang. Kini semua masakan khas yang banyak dihidangkan dalam berbagai acara baik resmi seremonial maupun keseharian. Teknik pembuatan tempe juga tidak terlalu sulit serta modal yang digunakan relatif terjangkau oleh semua lapisan masyarat. 
Sekitar tahun 1980 silam, Turiah bersama suaminya Wahid Hasan (alm) mulai merintis usahanya. Usaha yang dirintisnya ini, yaitu memproduksi tempe. Awal produksi tempe, Turiah mengeluarkan modal untuk memperoleh bahan baku sebesar Rp50 ribu, sedangkan untuk mendapatkan peralatan produksi tempe sebesar Rp100 ribu. Saat itu harga kacang kedelai masih terbilang murah yakni sekitar Rp1.300 perkilo gramnya, Turiah memproduksi 20 kilo gram per harinya. Tempe hasil produksinya itu pada awal merintis usahanya, disuguhkan dengan harga Rp150. Memasuki tahun 1995, usahanya ini sudah banyak dikenal masyarakat dan sudah berkembang pesat. 
Banyaknya pesanan tempe, menjadikan jumlah produksi semakin meningkat. Yang semula hanya 20 kilo gram per hari, menjadi 3 kwintal per hari setiap produksi. Semula harga tempe Rp150, menjadi Rp1.000. Usahanya ini dari tahun ke tahun semakin berkembang, hal ini karena tidak ada saingan sehingga konsumen banyak yang pesan. Namun, ditahun 2002 usahanya mulai ada penurunan. Turiah bersama suaminya, terus berupaya dengan penuh kesabaran dan keuletan untuk bisa mempertahankan usahanya. Tetapi hingga saat ini, usahanya sulit untuk bangkit kembali seperti dulu. “Sekarang saya seorang yang mengelola usaha ini, karena suami saya Wahid Hasan tepatnya 27 Agustus 2011 telah meninggal dunia. Sehingga terasa semakin sulit untuk bisa berkembang, sedangkan modal sudah tidak cukup lagi. Saya harus bisa mempertahankan usaha ini, karena saya harus menyekolahkan anak saya yang duduk dibangku SMA kelas 2. Keuntungan yang saya kantongi, hanya Rp50 ribu per hari,” ungkap Turiah (55) pemilik usaha tempe seraya mengeluarkan air mata teringat suaminya yang sudah tiada meninggalkannya, kemarin. 
Semakin menurunnya pesanan, berimbah kepada jumlah produksi yang ikut menurun. Yang semula 3 kwintal per hari, kini hanya 150 kilo gram per hari. Tempe hasil olahannya, disuguhkan dengan harga Rp6 ribu untuk ukuran 1 kilo gram 3 ons, sedangkan untuk ukuran 1 kilo gram disuguhkan dengan harga Rp5 ribu. Turiah mempekerjakan 3 orang tenaga kerja yang membantu proses produksi. “Di musim penghujan ini, kadang pesanan tidak ada sama sekali sehingga tempe yang sudah siap dipasarkan tidak terjual. Tempe kekuatannya hanya 2 hari, dari pada mubajir lebih saya bagikan saja. Saya tidak mendapatkan keuntungan, tetapi upah tenaga kerja harus saya bayar tiap hari,” tuturnya. 
Banyaknya saingan, mahalnya bayar PDAM, listrik dan upah tenaga kerja sehingga berakibat usaha semakin menurun lama kelamaannya bisa gulung tikar. Pemasukan minim, tetapi pengeluaran besar. Turiah mengandalkan usahanya ini untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup bersama anaknya dan juga dari usaha inilah Turiah bisa menyekolahkan purtinya. “Banyaknya saingan, modal kurang, pesanan tidak ada dan harga kacang kedelai semakin merangkak. Hal inilah yang menjadi kendala dalam menembangkan usaha saya ini. Saya berharap, pemerintah khususnya Disperindag mau memberikan bantuannya dalam segi permodalan kepada usaha saya agar usaha saya ini bisa meningkat. Dari hasil produksi tempe, saya bisa bertahan hidup dan menyekolahkan anak,” ujarnya. (Radar Sukabumi

0 komentar:

Posting Komentar