JAKARTA : Posisi dewan pengupahan dinilai harus diperkuat agar kisruh upah minimum di Kabutapen Bekasi tidak terulang di wilayah lain.
Menteri Perindustrian M. S. Hidayat mengatakan setiap tahun perwakilan pemerintah, perwakilan serikat buruh dan perwakilan pengusaha telah membahas dasar penaikan upah minumum secara intensif dan menyeluruh melalui dewan pengupahan.
Atas dasar itu, menurut Menperin, seharusnya pemerintah daerah menjadikan keputusan dewan pengupahan sebagai dasar utama pengambilan kebijakan mengenai kenaikan upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) di wilayah mereka.
“Dewan pengupahan sudah mewakili tiga unsur, termasuk pemerintah. Seharusnya tinggal dilaksanakan saja,” katanya, hari ini.
Untuk menghindari konflik UMK Bekasi terulang di wilayah lain, Hidayat mengusulkan pemberian kekuasaan lebih besar bagi dewan pengupahan sebagai penentu nilai kenaikan upah minimum di suatu wilayah.
Dewan pengupahan adalah lembaga konsultasi tripartit antara buruh, pemerintah dan pengusaha yang dibentuk berdasarkan Keppres no. 26/1990 tentang Pengesahan Konvensi ILO no. 144.
Lembaga tersebut setiap tahun melakukan survei terhadap 46 komponen kebutuhan hidup yang dijadikan acuan tingkat inflasi dan kebutuhan hidup layak (KHL) di suatu wilayah.
Permen Tenaga Kerja no. 1/1999 menyatakan usulan dewan pengupahan adalah dasar penetapan upah minimum provinsi (UMP) dan UMK oleh Gubernur di tiap provinsi di Indonesia.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial Hariyadi Sukamdani mengungkapkan hasil dari perundingan dalam dewan pengupahan sering diacuhkan dalam penentuan UMP/UMK untuk kepentingan politik.
Dia menjelaskan kepala daerah sering menentukan UMP/UMK jauh di atas tingkat KHL yang disepakati dalam dewan pengupahan, terutama mendekati masa pemilihan umum kepala daerah.
Pengacuhan mekansime tersebut, jelas Hariyadi, yang menjadi alasan Apindo menuntut SK Gubernur Jawa Barat no. 561/Kep.1540-Bangsos/2011 tentang upah minimum Kabupaten Bekasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Menperin mengharapkan posisi dewan pengupahan yang diperkuat bisa menghindari rasa saling curiga antara pengusaha dan pekerja mengenai penentuan UMP/UMK.
“Friksi [gesekan] mengenai tingkat upah pasti ada, tapi harusnya bisa diselesaikan dengan musyawarah tanpa harus ada kekerasan atau di-PTUN-kan,” katanya.
Kepala Pusat Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri Kementerian Perindustrian Harris Munandar mengatakan pemerintah sedang mengkaji pembuatan kebijakan agar keputusan dewan pengupahan bisa berlaku mengikat.
“Dalam rapat koordinasi Jumat (27/1), sudah disepakati agar kejadian di Bekasi tidak terulang. Mekanisme penentuan UMP/UMK akan secepatnya diperbaiki,” katanya.
Pemerintah daerah, tambahnya, harus menyadari kenaikan upah yang terlalu tinggi bisa mendorong industri padat karya merelokasi industri ke luar negeri.
“Yang padat karya, kebanyakan footloose industry. Apalagi kalau mereka pindah, industri subkontraktor mereka pasti akan ikut,” kata Harris. (Bisnis Indonesia)
0 komentar:
Posting Komentar