Radar Sukabumi -- Bosan berprofesi sebagai kondektur bus di Kota Sukabumi selama 20 tahun membuat Rahmat Sadeli (62) warga Barostugu, Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, akhirnya membanting stir memilih kehidupan barunya menjadi seorang seniman. Aktivitas yang digelutinya sebagai pengrajin lukisan dari pelepah pisang rupanya membuahkan hasil.
Pada awal tahun 1968-an, Rahmat Sadeli mulai menghidupi keluarganya sebagai kondektur bus. Namun karakter kuli bukanlah jatidiri seorang Rahmat. Profesinya sebagai kondektur bus selama dua puluh tahun membuat dirinya jenuh. Hal ini yang kemudian mengubah profesinya menjadi seorang seniman. Melalui talenta seninya yang terpendam lama, dirinya kemudian mengapresiasikannya dengan cara melukis. Uniknya, Lukisan yang dihasilkannya bukan di atas kanvas sebagaimana lazimnya, melainkan di atas pelepah pisang manggala. Kemampuan yang dimilikinya itu merupakan bakat alamiah, tanpa adanya guru kursus. Lama kelamaan, kepiawaian Rahmat mulai dikenal oleh banyak orang. Para pemesan pun mulai berdatangan ke rumahnya. Mereka datang dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bandung, bahkan dari Makkah. Adapun hasil lukisannya berupa gambar binatang, manusia, bahkan kaligrafi. "Lukisan bervariasi, ada gambar binatang, manusia. Bahkan pernah ada Dik, yang membeli hasil lukisan kaligrafi berupa lafadh untuk oleh-oleh ke Makkah," tutur Rahmat kepada Radar Sukabumi saat ditemui di rumahnya, akhir pekan lalu. Awalnya Rahmat belum memiliki kios Untuk memasarkan barang hasil kerajinannya, dirinya cukup memajangkan saja di pinggir jalan. Terkadang apabila sibuk melukis, stand by di rumah sambil menunggu pemesan."Bapak masih ingat, ketika itu memasarkan barang dagangan di pinggir jalan. Kalau sedang sibuk melukis, cukup diam saja di rumah sambil menunggu pesanan," tutur Rahmat. Di usianya kini yang kian renta, Rahmat Sadeli masih produktif dalam menekuni lukisannya. Dirinya pun selalu menyempatkan diri dalam berbagai event pameran di Kota Sukabumi. Bahkan ketika mengikuti ekspo perdagangan yang diselenggarakan oleh Diskoprindag Kota Sukabumi pada tahun 2010 kemarin, dirinya mendapatkan penghargaan dengan stan terbaik. Bahkan ketika mengikuti lomba pameran ke TMII Jakarta pada tahun yang sama, meraih juara III. "Waktu ekspo kemarin, Alhamdulillah saya mendapatkan piagam sebagai stan terbaik. Waktu ke Jakarta juara III," tuturnya dengan bangga. Kios Rahmat sekarang terletak di Jalan Ahmad Sanusi, tepatnya di Pasar Degung Kota Sukabumi.
Dalam menunggui kios lukisannya kini ditemani oleh putranya, Iyeh Soleh Ruhiyat. Harga lukisannya berkisar dari harga Rp50 ribu hingga Rp750 ribu. "Ketika kami menunggui kios, saat prosesi peresmian pasar. Kapolresta Sukabumi memesan lafadz Yaasiin sedangkan Kakajari membeli lukisan ayam. "Tuk pak Kapolres memesan Yaasiin, sedangkan kepala Kejaksaan membeli gambar ayam. Alhamdulillah dengan aktivitas seni ini, kami bisa membantu penghidupan keluarga anak kami,"pungkas Rahmat kepada Radar Sukabumi, sembari tersenyum. (*)
Pada awal tahun 1968-an, Rahmat Sadeli mulai menghidupi keluarganya sebagai kondektur bus. Namun karakter kuli bukanlah jatidiri seorang Rahmat. Profesinya sebagai kondektur bus selama dua puluh tahun membuat dirinya jenuh. Hal ini yang kemudian mengubah profesinya menjadi seorang seniman. Melalui talenta seninya yang terpendam lama, dirinya kemudian mengapresiasikannya dengan cara melukis. Uniknya, Lukisan yang dihasilkannya bukan di atas kanvas sebagaimana lazimnya, melainkan di atas pelepah pisang manggala. Kemampuan yang dimilikinya itu merupakan bakat alamiah, tanpa adanya guru kursus. Lama kelamaan, kepiawaian Rahmat mulai dikenal oleh banyak orang. Para pemesan pun mulai berdatangan ke rumahnya. Mereka datang dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bandung, bahkan dari Makkah. Adapun hasil lukisannya berupa gambar binatang, manusia, bahkan kaligrafi. "Lukisan bervariasi, ada gambar binatang, manusia. Bahkan pernah ada Dik, yang membeli hasil lukisan kaligrafi berupa lafadh untuk oleh-oleh ke Makkah," tutur Rahmat kepada Radar Sukabumi saat ditemui di rumahnya, akhir pekan lalu. Awalnya Rahmat belum memiliki kios Untuk memasarkan barang hasil kerajinannya, dirinya cukup memajangkan saja di pinggir jalan. Terkadang apabila sibuk melukis, stand by di rumah sambil menunggu pemesan."Bapak masih ingat, ketika itu memasarkan barang dagangan di pinggir jalan. Kalau sedang sibuk melukis, cukup diam saja di rumah sambil menunggu pesanan," tutur Rahmat. Di usianya kini yang kian renta, Rahmat Sadeli masih produktif dalam menekuni lukisannya. Dirinya pun selalu menyempatkan diri dalam berbagai event pameran di Kota Sukabumi. Bahkan ketika mengikuti ekspo perdagangan yang diselenggarakan oleh Diskoprindag Kota Sukabumi pada tahun 2010 kemarin, dirinya mendapatkan penghargaan dengan stan terbaik. Bahkan ketika mengikuti lomba pameran ke TMII Jakarta pada tahun yang sama, meraih juara III. "Waktu ekspo kemarin, Alhamdulillah saya mendapatkan piagam sebagai stan terbaik. Waktu ke Jakarta juara III," tuturnya dengan bangga. Kios Rahmat sekarang terletak di Jalan Ahmad Sanusi, tepatnya di Pasar Degung Kota Sukabumi.
Dalam menunggui kios lukisannya kini ditemani oleh putranya, Iyeh Soleh Ruhiyat. Harga lukisannya berkisar dari harga Rp50 ribu hingga Rp750 ribu. "Ketika kami menunggui kios, saat prosesi peresmian pasar. Kapolresta Sukabumi memesan lafadz Yaasiin sedangkan Kakajari membeli lukisan ayam. "Tuk pak Kapolres memesan Yaasiin, sedangkan kepala Kejaksaan membeli gambar ayam. Alhamdulillah dengan aktivitas seni ini, kami bisa membantu penghidupan keluarga anak kami,"pungkas Rahmat kepada Radar Sukabumi, sembari tersenyum. (*)
0 komentar:
Posting Komentar