Bisnis Jabar -- Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat sampai hari ini masih mengalami pasang surut, kalaupun tidak mau disebut lebih banyak surutnya. Surutnya penyerapan tenaga kerja menimbulkan permasalahan yang rumit dan komplek, terutama permasalahan sosial dan ekonomi. Besarnya potensi permasala 486a han ekonomi yang dapat terjadi mengikuti rendahnya penyerapan tenaga kerja antara lain: (1) rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan; (2) rendahnya kemampuan daya beli (purchasing power); (3) meningkatnya jumlah pengangguran; (4) meningkatnya arus migrasi (desa-kota); dan (5) ketimpangan pertumbuhan ekonomi (antar wilayah). Oleh karena itu, kemampuan menyelesaikan permasalahan penyerapan tenaga kerja akan otomatis mengurangi intensitas permasalahan ekonomi di Jawa Barat.
Dampak ekonomi dari rendahnya penyerapan tenaga kerja pada akhirnya juga dapat semakin mereduksi jumlah tenaga kerja yang ada. Rendahnya daya beli misalnya akan berdampak pada turunnya permintaan barang dan jasa, dan turunnya permintaan akan mengurangi aktivitas lapangan usaha di Jawa Barat. Turunnya aktivitas lapangan usaha salah satunya akan berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja. Contoh kongkrit misalnya saat krisis ekonomi tahun 1998, saat krisis ekononomi terjadi penurunan pendapatan per kapita (PDRB/Kapita). Turunnya pendapatan per kapita yang diikuti dengan inflasi yang gila-gilaan berdampak pada turunnya permintaan, dan turunnya permintaan berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi. Turunnya pertumbuhan ekonomi akan berdampak langsung pada penggunaan tenaga kerja oleh lapangan usaha, dan hal itu sekali lagi menambah pengangguran serta masalah baru dalam perekonomian. Oleh karena itu, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi maka salah satunya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sehingga berdampak pada kenaikkan daya beli dan permintaan agregat.
Tenaga kerja Jabar
Dilihat dari jumlah tenaga kerja, rangking wilayah dengan jumlah tenaga kerja terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 1,6 Juta Orang tahun 2001. Permasalahannya, jumlah tenaga kerja Kabupaten Bandung semakin anjlok dalam 2 tahun terakhir (2002-2003). Turunnya jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bandung secara otomatis mereduksi rasio jumlah tenaga kerja dibandingkan jumlah penduduk. Tahun 2003 misalnya, rasio jumlah tenaga kerja terhadap jumlah penduduk Kabupaten Bandung tinggal 31,65 %, padahal tahun 2002 rasionya masih sekitar 38,06 %. Permasalahan penurunan jumlah tenaga kerja yang dialami oleh Kabupaten Bandung juga dialami oleh beberapa kabupaten/kota yang lain di Jawa Barat, antara lain: Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya. Daerah-daerah tersebut dalam 2 tahun terakhir (2002 dan 2003) berturut-turut mengalami penuruna jumlah tenaga kerja. Daerah kabupaten/kota yang jauh lebih baik penyerapan tenaga kerjanya adalah: Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Subang. Ke dua wilayah tersebut dalam dua tahun terakhir mengalami pertumbuhan tenaga kerja positif. Daerah yang lain, selain Kabupaten Bandung, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Majalengka, dan Subang cenderung berfluktuasi penyerapan tenaga kerja. Kita ambil contoh Kota Bandung. Tahun 2002 pertumbuhan tenaga kerja Kota Bandung turun sebesar 2,66 %, akan tetapi tahun 2003 jumlah tenaga kerja Kota Bandung meningkat sebesar 4,62 %. Oleh karena itu, bila melihat kondisi penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat dalam beberapa tahun terakhir, maka potensi permasalahan ekonomi di Kabupaten Bandung, Sukabumi, Garut, dan Tasikmalaya relatif lebih besar kemungkinannya untuk menyebabkan banyak permasalahan ekonomi yang lain, sehubungan dengan kinerja penyerapan tenaga kerja yang semakin memburuk.
Dilihat dari rasio jumlah tenaga kerja dibandingkan jumlah penduduk, terlihat bahwa Kabupaten Majalengka dan Ciamis merupakan 2 kabupaten yang paling optimal dalam penggunaan tenaga kerjanya, dilihat dari besarnya persentase penduduk yang bekerja. Tahun 2003 rasio jumlah tenaga kerja terhadap jumlah penduduk di Kabupaten Majalengka mencapai 49,93 % (bahkan hampir mencapai 50 %), sedikit di atas Kabupaten Ciamis (49,58 %) pada tahun yang sama. Kondisi ini berbeda jauh dengan kondisi Kota Sukabumi. Katakanlah dari 267 Ribu penduduk Kota Sukabumi, hanya 29 % yang bekerja, sehingga mungkin lebih dari separohnya adalah bagian penduduk yang idle.
Tabel Jumlah Dan Pertumbuhan Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat
Menurut Kabupaten/Kota Periode 2001-2003
Kabupaten | Jumlah Tenaga Kerja (Orang) | Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja (%) | Rasio Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Jumlah Penduduk (%) | |||||
2001 | 2002 | 2003 | 2001-2002 | 2002-2003 | 2002 | 2003 | ||
Bogor | 1.283.998 | 1.251.513 | 1.258.248 | -2.52 | 0.53 | 34.76 | 33.18 | |
Sukabumi | 877.629 | 814.993 | 804.576 | -7.13 | -1.27 | 38.32 | 37.10 | |
Cianjur | 851.583 | 861.556 | 834.885 | 1.17 | -3.09 | 43.21 | 40.90 | |
Bandung | 1.660.952 | 1.650.208 | 1.426.068 | -0.64 | -13.58 | 38.06 | 31.65 | |
Garut | 821.336 | 816.833 | 815.164 | -0.5 | -0.20 | 38.86 | 37.25 | |
Tasikmalaya | 926.173 | 884.419 | 719.578 | -4.50 | -18.63 | 42.04 | 33.40 | |
Ciamis | 928.473 | 779.254 | 825.505 | -16.07 | 5.93 | 47.54 | 49.58 | |
Kuningan | 459.419 | 412.854 | 443.947 | -10.13 | 7.53 | 41.34 | 42.91 | |
Cirebon | 782.857 | 748.454 | 807.296 | -4.39 | 7.86 | 37.84 | 39.60 | |
Majalengka | 514.896 | 522.053 | 576.027 | 1.38 | 10.33 | 46.02 | 49.93 | |
Sumedang | 443.425 | 426.623 | 455.658 | -3.78 | 6.80 | 43.02 | 44.92 | |
Indramayu | 743.318 | 660.746 | 803.037 | -11.10 | 21.53 | 41.02 | 48.57 | |
Subang | 569.527 | 581.097 | 613.306 | 2.03 | 5.54 | 42.96 | 44.73 | |
Purwakarta | 281.227 | 298.041 | 292.380 | 5.97 | -1.89 | 41.13 | 39.19 | |
Karawang | 678.335 | 669.408 | 678.507 | -1.31 | 1.35 | 36.42 | 36.05 | |
Bekasi | 651.614 | 606.149 | 687.846 | -6.97 | 13.47 | 33.92 | 37.00 | |
Kota | Jumlah Tenaga Kerja (Orang) | Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja (%) | Rasio Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Jumlah Penduduk (%) | |||||
2001 | 2002 | 2003 | 2001-2002 | 2002-2003 | 2002 | 2003 | ||
Bogor | 280.335 | 306.309 | 277.718 | 9.26 | -9.33 | 34.34 | 35.03 | |
Sukabumi | 77.114 | 79.946 | 79.157 | 3.67 | -0.98 | 30.52 | 29.55 | |
Bandung | 826.620 | 804.558 | 841.786 | -2.66 | 4.62 | 37.54 | 37.77 | |
Cirebon | 104.095 | 101.601 | 103.454 | -2.39 | 1.82 | 37.00 | 37.94 | |
Bekasi | 569.061 | 660.493 | 660.075 | 16.06 | -0.06 | 36.50 | 35.77 | |
Depok | 412.330 | 408.010 | 464.665 | -1.04 | 13.88 | 33.42 | 35.47 | |
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (Data Diolah Penulis)
Selama ini selalu ada anggapan bahwa daerah perkotaan memiliki kemampuan yang lebih besar dalam penyerapan tenaga kerja, sejalan dengan kemajuan perekonomian dan berkembangnya sektor-sektor ekonomi (PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi). Oleh karena itu, kota-kota besar di Jawa Barat dibanjiri jumlah penduduk yang sangat besar. Kabupaten Bandung misalnya, dengan jumlah penduduk sebesar 4,5 Juta Orang (2003) hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 31 % dari total jumlah penduduknya. Hal yang sama juga terlihat dari penyerapan tenaga kerja Kota Bandung yang hanya mencapai 37 % dari total jumlah penduduknya. Kondisi yang sama bahkan dialami oleh seluruh Kota Besar di Jawa Barat. Pada tahun 2003 tidak satupun wilayah pemerintahan kota di Jawa Barat mampu konsisten dalam peningkatan jumlah tenaga kerjanya, oleh karena itu pola pertumbuhan tenaga kerjanya cenderung berfluktuasi. Kondisi yang lebih memprihatinkan juga terlihat dari rasio jumlah tenaga kerja terhadap jumlah penduduk. Dari 6 pemerintahan kota di Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, dan Depok) tidak satupun yang memiliki rasio jumlah tenaga kerja terhadap jumlah penduduk yang mencapai 40 %. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila intensitas permasalahan ekonomi yang dialami oleh Kota-Kota Besar di Jawa Barat relatif sangat komplek, terutama dalam mengatasi permasalahan penggangguran, kemiskinan, dan bahkan permasalahan kriminalitas.
Kompleksnya permasalahan tenaga kerja Jawa Barat tidak mungkin dapat diselesaikan dalam jangka pendek. Memulihkan daya beli misalnya sulit untuk tercapai dalam kondisi ekonomi yang dibayangi overheated (indikasinya inflasi yang meningkat). Belum lagi tingginya suku bunga kredit dan rendahnya PMA/PMDN, serta gejala perlambatan ekspor yang ujung-ujungnya tidak optimalnya pertumbuhan ekonomi.
Dihadapkan pada kondisi bottleneck tersebut, maka saat ini angkatan kerja baru hanya mungkin berharap dari adanya upaya-upaya kongkrit dari pemerintah dan pelaku ekonomi (pengusaha). Rumitnya permasalahan tenaga kerja menunjukkan rumitnya permasalahan ekonomi di Jawa Barat. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang sistematis dalam jangka pendek (misalnya meningkatkan peran pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran, baik dalam hal kebijakan maupun alokasi anggaran) sehingga akselerasinya dalam jangka menengah dapat mengurangi tekanan tingginya pengangguran dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Insentif jangka pendek yang memperhatikan penyerapan tenaga kerja akan membawa efek positif bagi peningkatan jumlah tenaga kerja Jawa Barat dalam jangka menengah dan jangka panjang, sehingga positif dalam peningkatan tenaga kerja Jawa Barat.***
* Penulis : Dr.R.Abdul Maqin, SE.,MS (Dekan Fakultas Ekonomi Unpas)
* Tulisan ini pernah dimuat di media cetak lokal
0 komentar:
Posting Komentar