Sukabumi -- Dengan usaha yang dirintisnya, Dindin Solehudin (38) sebagai pengusaha Kripset mampu mengubah penghidupan pribadi dan masyarakat di sekelilingnya. Etos bisnisnya bukan sekadar mengejar profit saja, melainkan juga motivasi sosial. Niatnya adalah menuju penghidupan mandiri, membuka lapangan pekerjaan baru dan pengentasan kemiskinan.
Dengan bermodalkan pengalaman ketika bekerja sebagai sales, Dindin yang juga alumnus Universitas Terbuka (UT) ini berupaya meningkatkan hasil produksi dan pemasaran kripsetnya. Sebagai hasil industri rumahan, tentunya ia berpikir inovasi agar Kripset yang diolahnya mampu bersaing di pasaran. Selain manajemen karyawan dan peralatan produksi, dibenahi pula cara pengemasan barang dagangannya agar tetap disukai konsumen."Kami pun mulai mempelopori dalam pembuatan lebel Kripset di Kota Sukabumi ini. Setelah mendapat perijinan dari Depkes RI, pada 2009 kami mencantumkan nama 425 pada kemasan produk," katanya kepada Radar Sukabumi saat ditemui di ruang kerjanya. Menggunakan peralatan manual dalam pembuatan Kripset, dirasakan Dindin kurang begitu efektif. Pada 2010, ia mulai melengkapi peralatan produksinya dengan membeli beberapa mesin sugu. "Pabrik kami mulai menggunakan mesin sugu ketika itu,"ujarnya. Kini, pengerjaan pembuatan Kripset Dindin dibantu 50 orang karyawan. Para karyawan merupakan warga sekitar lokasi pengolahan Kripset. "Seiring bertambahnya tempat pembuatan kripset yang tadinya hanya satu lokasi menjadi 3 tempat, maka kami pun terus merekruit tetangga terdekat sebagai pekerja.Hampir 100 % dari mereka warga di sini. Alhamdulillah, dengan hadirnya usaha ini, tingkat kriminal dan pengangguran di Kelurahan Cikondang mulai tertanggulangi," lanjutnya. Kegembiraan pun terlontar dari salah seorang karyawannya, Nunung. "Saya sebagai janda miskin di sini merasa terbantu. Saya sudah satu tahun bekerja, alhamdulillah bisa mandiri dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari," tukasnya. Dalam hal produksi. Singkong sebagai bahan baku utama Kripset, dibutuhkan dua hingga tiga ton per hari. Sehubungan banyak perusahaan lainnya yang membutuhkan singkong, selain untuk pembuatan Kripset, tak ayal lagi Dindin kelimpungan dalam pengadaan bahan baku yang satu ini. Belum lagi terjadi persaingan harga beli dan monopoli komoditi di antara pengusaha besar."Ya, kami mengalami kendala untuk mendapatkan singkong. Kami harus bersaing dengan pengusaha kanji, pengusaha kripik lainnya, atau peternak sapi," ujar salah seorang karyawannya, Asep Kusniadi. Setiap harinya, Kripset dikemas hingga mencapai rata-rata 150 bal. Dalam setiap balnya, terdapat 85-90 bungkus kripset ukuran kecil, eceran Rp500. Adapun omset, setiap bulannya mencapai rata-rata Rp200 juta. "Alhamdulillah untuk omset cukup lumayan. Namun untuk pengembangan usaha, kami masih memrlukan banyak modal. Kami membutuhkan mesin canggih guna efisiensi perusahaan," pungkas Dindin. (*)
Dengan bermodalkan pengalaman ketika bekerja sebagai sales, Dindin yang juga alumnus Universitas Terbuka (UT) ini berupaya meningkatkan hasil produksi dan pemasaran kripsetnya. Sebagai hasil industri rumahan, tentunya ia berpikir inovasi agar Kripset yang diolahnya mampu bersaing di pasaran. Selain manajemen karyawan dan peralatan produksi, dibenahi pula cara pengemasan barang dagangannya agar tetap disukai konsumen."Kami pun mulai mempelopori dalam pembuatan lebel Kripset di Kota Sukabumi ini. Setelah mendapat perijinan dari Depkes RI, pada 2009 kami mencantumkan nama 425 pada kemasan produk," katanya kepada Radar Sukabumi saat ditemui di ruang kerjanya. Menggunakan peralatan manual dalam pembuatan Kripset, dirasakan Dindin kurang begitu efektif. Pada 2010, ia mulai melengkapi peralatan produksinya dengan membeli beberapa mesin sugu. "Pabrik kami mulai menggunakan mesin sugu ketika itu,"ujarnya. Kini, pengerjaan pembuatan Kripset Dindin dibantu 50 orang karyawan. Para karyawan merupakan warga sekitar lokasi pengolahan Kripset. "Seiring bertambahnya tempat pembuatan kripset yang tadinya hanya satu lokasi menjadi 3 tempat, maka kami pun terus merekruit tetangga terdekat sebagai pekerja.Hampir 100 % dari mereka warga di sini. Alhamdulillah, dengan hadirnya usaha ini, tingkat kriminal dan pengangguran di Kelurahan Cikondang mulai tertanggulangi," lanjutnya. Kegembiraan pun terlontar dari salah seorang karyawannya, Nunung. "Saya sebagai janda miskin di sini merasa terbantu. Saya sudah satu tahun bekerja, alhamdulillah bisa mandiri dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari," tukasnya. Dalam hal produksi. Singkong sebagai bahan baku utama Kripset, dibutuhkan dua hingga tiga ton per hari. Sehubungan banyak perusahaan lainnya yang membutuhkan singkong, selain untuk pembuatan Kripset, tak ayal lagi Dindin kelimpungan dalam pengadaan bahan baku yang satu ini. Belum lagi terjadi persaingan harga beli dan monopoli komoditi di antara pengusaha besar."Ya, kami mengalami kendala untuk mendapatkan singkong. Kami harus bersaing dengan pengusaha kanji, pengusaha kripik lainnya, atau peternak sapi," ujar salah seorang karyawannya, Asep Kusniadi. Setiap harinya, Kripset dikemas hingga mencapai rata-rata 150 bal. Dalam setiap balnya, terdapat 85-90 bungkus kripset ukuran kecil, eceran Rp500. Adapun omset, setiap bulannya mencapai rata-rata Rp200 juta. "Alhamdulillah untuk omset cukup lumayan. Namun untuk pengembangan usaha, kami masih memrlukan banyak modal. Kami membutuhkan mesin canggih guna efisiensi perusahaan," pungkas Dindin. (*)
Wow manstabh nih postinganya... saya jadi malu hehehe
BalasHapus