Cikole -- Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Pembuat Akte Tanah Sementara (PPATS) jangan jadi “Biro Jasa” yang hanya jadi pengantara si pembeli dan si penjual dengan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), karena akta yang diterbitkan merupakan dasar peralihan hak seseorang dan mempunyai hukum keperdataan.
"Pembuat akta tanah merupakan hal yang berat, sebab memiliki tugas pokok, kewenangan dan kewajiban sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998. Dalam pelaksanaan pembuatan akta, PPAT/PPATS harus memperhatikan kebenaran obyek perbuatan hukum dimaksud. Sebab, dikhawatirkan obyek peralihan hak yang dimaksud masih dalam sengketa,"ujar Kepala Kantor BPN Kota Sukabumi, James F Tirayoh kepada Radar Sukabumi usai melantik 5 PPAT/PPATS di Aula Kantor BPN Kota Sukabumi, kemarin.
Pembuat akta tanah, lanjut James harus menjaga etika dan profesi ke PPAT-annya. Kalau itu dilanggar, SK PPAT/PPATS bisa dicabut sewaktu-waktu. "Ketegasan ini diambil sehubungan akta yang dibuat merupakan produk hukum atas tanah yang merupakan aset negara yang tinggi nilainya, maka dari itu PPAT/PPATS sebelum membuat akta harus mencek benar-benar kedua belah pihak dicek data dan tidak merekayasa kartu tanda penduduk yaitu identitas pihak pembeli dan penjual,"tegasnya.
Selain itu, PPAT/PPATS harus memperhatikan ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang (UU) Pokok Agraria Nomor 5/1960, PP Nomor 24/1997 Jo Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3/1997, PP Nomor 37/1998 Jo Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1/2006 , UU Nomor 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Perda Nomor 1/2011 tentang BPHTB.
"PPAT/PPATS dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan UU Nomor 28/2009, antara lain apabila PPAT dalam keterlambatan untuk menyerahkan laporan produk akta dari pejabat, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp 250 ribu. Sedangkan jika dalam pelaksanaan penandatanganan akta sebelum BPHTB dibayar, dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp 7.5 juta,"tuturnya.
Menurutnya, sebagai salah satu institusi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan, Kantor BPN Kota Sukabumi secara operasional wajib memberikan kejelasan bagi masyarakat, pemerintah dan PPAT/PPATS mengenai pelayanan dibidang pertanahan. Sehingga diharapkan semua pihak ikut membantu dan berpartisipasi dibidang pembangunan pertanahan.
"Kami bersyukur dari luas Kota Sukabumi yang mencapai 4800.231 HA (76.606 bidang tanah), sebanyak 71.96 persen telah tersertifikasi dan sisanya 28.04 persen belum,"imbuhnya.
Sementara itu ke-5 PPAT/PPATS yang dilantik kemarin adalah Camat Baros Asep Suhendrawan, Camat Cibeureum Adrian Hariadi, Dede Fujianti, Faber dan Lina.
Dede Fujianti mengatakan dirinya siap untuk menjalankan tugas sebagai seorang PPAT di lingkungan Kota Sukabumi. Perempuan ramah yang juga seorang notaris ini mengaku butuh perjuangan keras untuk menjadi seorang PPAT. "Saya ikut ujian PPAT dari tahun 2009, dan baru tahun ini dilantik. Meski demikian saya bersyukur dan akan menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan serta akan memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat khususnya yang akan membuat akta tanah,"pungkasnya. (sri)
"Pembuat akta tanah merupakan hal yang berat, sebab memiliki tugas pokok, kewenangan dan kewajiban sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998. Dalam pelaksanaan pembuatan akta, PPAT/PPATS harus memperhatikan kebenaran obyek perbuatan hukum dimaksud. Sebab, dikhawatirkan obyek peralihan hak yang dimaksud masih dalam sengketa,"ujar Kepala Kantor BPN Kota Sukabumi, James F Tirayoh kepada Radar Sukabumi usai melantik 5 PPAT/PPATS di Aula Kantor BPN Kota Sukabumi, kemarin.
Pembuat akta tanah, lanjut James harus menjaga etika dan profesi ke PPAT-annya. Kalau itu dilanggar, SK PPAT/PPATS bisa dicabut sewaktu-waktu. "Ketegasan ini diambil sehubungan akta yang dibuat merupakan produk hukum atas tanah yang merupakan aset negara yang tinggi nilainya, maka dari itu PPAT/PPATS sebelum membuat akta harus mencek benar-benar kedua belah pihak dicek data dan tidak merekayasa kartu tanda penduduk yaitu identitas pihak pembeli dan penjual,"tegasnya.
Selain itu, PPAT/PPATS harus memperhatikan ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang (UU) Pokok Agraria Nomor 5/1960, PP Nomor 24/1997 Jo Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3/1997, PP Nomor 37/1998 Jo Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1/2006 , UU Nomor 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Perda Nomor 1/2011 tentang BPHTB.
"PPAT/PPATS dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan UU Nomor 28/2009, antara lain apabila PPAT dalam keterlambatan untuk menyerahkan laporan produk akta dari pejabat, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp 250 ribu. Sedangkan jika dalam pelaksanaan penandatanganan akta sebelum BPHTB dibayar, dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp 7.5 juta,"tuturnya.
Menurutnya, sebagai salah satu institusi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan, Kantor BPN Kota Sukabumi secara operasional wajib memberikan kejelasan bagi masyarakat, pemerintah dan PPAT/PPATS mengenai pelayanan dibidang pertanahan. Sehingga diharapkan semua pihak ikut membantu dan berpartisipasi dibidang pembangunan pertanahan.
"Kami bersyukur dari luas Kota Sukabumi yang mencapai 4800.231 HA (76.606 bidang tanah), sebanyak 71.96 persen telah tersertifikasi dan sisanya 28.04 persen belum,"imbuhnya.
Sementara itu ke-5 PPAT/PPATS yang dilantik kemarin adalah Camat Baros Asep Suhendrawan, Camat Cibeureum Adrian Hariadi, Dede Fujianti, Faber dan Lina.
Dede Fujianti mengatakan dirinya siap untuk menjalankan tugas sebagai seorang PPAT di lingkungan Kota Sukabumi. Perempuan ramah yang juga seorang notaris ini mengaku butuh perjuangan keras untuk menjadi seorang PPAT. "Saya ikut ujian PPAT dari tahun 2009, dan baru tahun ini dilantik. Meski demikian saya bersyukur dan akan menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan serta akan memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat khususnya yang akan membuat akta tanah,"pungkasnya. (sri)
0 komentar:
Posting Komentar