1 Februari 2012

Uang Digital : BI Beri Warning Operator Telekomunikasi

JAKARTA : Lembaga penelitian Sharing Vision memprediksi dari 12 juta pengguna uang digital (Electronic Money/e-money) yang teregister, hanya 30%-40% yang akan aktif menggunakan jasa tersebut pada 2012. “Kita perkirakan pada tahun ini sekitar 30%-40% atau 3,6 juta – 4,8 juta pengguna yang akan aktif menggunakan uang digital dari semua penerbit, baik milik operator telekomunikasi atau perbankan,” ungkap Chairman Sharing Vision Dimitri Mahayana. 
Para operator telekomunikasi yang memiliki lisensi uang digital saat ini dalam keadaan bahaya karena Bank Indonesia sebagai pemberi izin tengah mengkaji capaian berdasarkan perencanaan bisnis yang dimiliki. “Uang digital milik operator jalan di tempat. Bank Indonesia bisa menarik lisensi itu jika tidak dioptimalkan operator. Saya perkirakan dari yang aktif menggunakan uang digital itu, semua operator hanya aktif penggunanya sekitar 5%-10%,” katanya. 
Sharing Vision mencatat pada tahun lalu transaksi menggunakan uang digital dari seluruh pemain sekitar Rp750 miliar dan bisa melonjak menjadi Rp1 triliun pada tahun ini. “Salah satu yang menjadi potensi untuk mengadopsi uang digital adalah 2,8 juta pelanggan prabayar milik PLN. Ini basis pelanggan yang menjanjikan,” katanya. Menurutnya, jasa uang digital di Indonesia belum akan berkembang selama dua kutub yakni perbankan dan telekomunikasi bersinergi. “Tidak bisa masing-masing pihak saling merasa bisa mengembangkan jasa ini dan memunculkan ego sektoral. Harus ada sinergi, jika tidak, semua jalan di tempat,” katanya. 
Uang digital berstandar yang akan diterapkan di sektor transportasi akan memiliki kendala pada proses bisnis antarpemain, terutama masalah settlement. ”Jika bicara standarisasi teknis, itu tidak ada masalah. Hal yang akan menjadi masalah itu nantinya perihal proses bisnis antarpemain, terutama masalah settlement,” ungkap Dirjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kemenkominfo Ashwin Sasongko. 
Menurut dia, saat ini semua lembaga yang menandatangani MoU pada medio November 2011 bekerja keras untuk menyelesaikan standarisasi. ”Masalah chip dan teknologi yang dipakai juga dibicaran,” katanya. Ranah yang akan diatur oleh instansinya, lanjut Aswin, terkait dengan standar teknis perangkat, chip dan pancaran frekuensi, kartu, dan reader. “Ini akan menjadi aplikasi pembunuh jika diintegrasikan dengan kartu seluler didukung perangkat yang dibekali Radio Frequency Identification (RFID),” katanya. 
Pada November 2011, Bank Indonesia, Kemenhub, dan Kemenkominfo tentang e-money di sektor tranportasi, telah menandatangani kesepakatan membuat aturan standarisasi uang digital di sektor transportasi. Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan sektor transportasi diprioritaskan untuk diterapkan penggunaan uang digital berstandar karena memiliki potensi yang signifikan mengingat digunakan untuk pembayarab transaksi bernilai kecil dan digunakan berulang-ulang. “Pada tahap awal ini akan digunakan untuk pembayaran jalan tol, pembelian tiket Trans Jakarta. Selanjutnya untuk kereta komuter, Mass Rapid Transport (MRT), dan Electronic Road Pricing (ERP),” katanya. 
Menurutnya, penerapan uang digital berstandar akan menguntungkan tiga pihak yang terlibat yakni penerbit, pelanggan, dan merchant. Penerbit akan efisiensi dalam berinvestasi dan meningkat skala ekonomis. Pelanggan akan lebih nyaman dengan satu kartu. Merchant akan bisa melakukan cash handling dan menekan potensi kebocoran pendapatan. 
Uang digital berkembang di Indonesia sejak 2007 dengan perkembangan cukup signifikan. Pada 2007, jumlah uang elektronik masih sebanyak 165.193 transaksi dengan rata-rata harian transaksi sebesar Rp 19,15 juta dengan volume harian sebesar 2.000 pengguna . Sedangkan pada September 2011 uang elektronik telah mencapai 11,7 juta transaksi dengan nilai rata-rata harian transaksi sebesar Rp2,5 miliar dengan volume mencapai 102.000 pengguna. 
Deputi Gubernur BI Ardyadi Mitroatmodjo mengungkapkan kendala pengembangan e-money di masyarakat salah satunya belum adanya interoperobilitas antar penerbit sehingga membuat ketidaknyamanan bagi pengguna. “BI sebagai otoritas keuangan akan mencoba semua pemain untuk duduk bersama mengatasi hal ini. Kami akan membahas tentang sistem pembayarannya, proteksi kepada pengguna, dan settlement,” jelasnya.(Bisnis Indonesia)

0 komentar:

Posting Komentar